Sabtu, 19 November 2011

SKRIPSI STM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sains merupakan ilmu yang membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasari oleh fakta yang empiral pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Sains ini diperoleh dengan cara yang terkontrol dan berlaku umum yang berupa kumpulan eksperimen serta data yang lebih nyata. Oleh karena itu, mata pelajaran sains di sekolah dasar merupakan suatu bentuk ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam dan kebendaan yang diperoleh lewat hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia yang tersusun secara sistematis yang membutuhkan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa.
1

Mata pelajaran sains di sekolah dasar merupakan salah satu program pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat serta dapat memecahkan masalah dan membuat keputusan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar dapat mengembangkan kognitif, afektif, psikomotorik, kreativitas serta melatih siswa dalam berpikir kritis dalam memahami fenomena-fenomena yang terjadi di alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar sehingga siswa dapat memecahkan masalah tentang isu-isu sosial dalam masyarakat yang menjadi tantangan hidup dan mampu mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Jadi penekanan dalam pembelajaran sains adalah bagaimana seorang guru dapat mengembangkan pemahaman siswa dalam mengelola pemikirannya untuk menghubungkan satu fenomena dengan fenomena yang lain di lingkungan sekitarnya sehingga memperoleh suatu ide atau gagasan yang baru tentang suatu objek yang diamati dan memikirkan cara pemecahan masalahnya.
Sains merupakan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara terkontrol dan sistematik serta dapat diuji dan dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran sains seyogyanya diciptakan kondisi agar siswa selalu aktif untuk ingin tahu terhadap permasalahan alam sekitar. Sehingga siswa dapat menggali potensi-potensi yang ada dalam dirinya untuk dikembangkan dan nantinya dengan potensi yang dimiliki siswa mampu mengatasi setiap tantangan dan rintangan dalam kehidupan yang cepat berubah apalagi dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Bruner (Samatowa 2006: 23) bahwa ”perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif”. Hudoyo (Samatowa 2006: 25) mengatakan bahwa:
Untuk mempelajari suatu materi sains yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar sains tersebut. Apalagi diajarkan menurut cara yang tepat lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar misalnya diajarkan dengan menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM).

Dimana dengan pendekatan ini siswa dihadapkan pada suatu masalah yang terjadi di lingkungan sekitar kita sebagai akibat dari pengembangan atau penggunaan teknologi yang meresahkan kehidupan masyarakat. Dan dalam proses pembelajarannya siswa diajak untuk mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan dasar atau menerapkan prinsip-prinsip sains.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sains sekolah dasar ada beberapa kajian materi yang harus dikuasai oleh siswa. Salah satu kajian materi tersebut adalah jenis bahan dan keguanaanya. Konsep tersebut harus dikuasai oleh siswa sekolah dasar, dimana konsep ini sangat berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari siswa baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu guru sebagai pengajar perlu menanamkan konsep dengan baik agar dapat dipahaminya sehingga siswa mengerti dan paham tentang konsep tersebut. Namun kenyataan yang ditemukan di lapangan dalam pembelajaran sains kelas V sekolah dasar tidak sesuai yang diharapkan.
Sesuai dengan hasil observasi dan wawancara terhadap guru dan siswa kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur, diketahui: 1) guru dalam proses pembelajarannya masih bersifat tekstual atau cenderung hafalan, dimana siswa tidak dilibatkan secara langsung untuk mengamati obyek tentang fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Siswa hanya sebagai pendengar dan pencatat apa yang disampaikan oleh guru sehingga mengakibatkan kurangnya pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan, khususnya dalam memahami materi IPA, 2) guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengelola pemikirannya sendiri dalam mengkaji fenomena-fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini terjadi karena guru kurang menciptakan kondisi serta menyediakan sarana agar siswa dapat mengamati dan menemukan konsep dan membangunnya dalam struktur kognitifnya, 3) guru kurang bervariasi dalam menggunakan metode dan pendekatan pembelajaran, guru hanya menggunakan metode ceramah dan pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan konsep sehingga membawa situasi kelas menjadi tegang karena menuntut siswa konsentrasi penuh secara terus menerus dari awal sampai akhir pembelajaran, akibatnya dapat melelahkan siswa sehingga sering terlontar komentar siswa bahwa pembelajaran sains itu sangat membosankan 4) guru tidak menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat dalam proses belajar mengajar.
Peneliti juga melakukan tes kepada siswa kelas V untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam pembelajaran IPA. Ternyata dari hasil tes tersebut ditemukan bahwa pemahaman siswa kurang terhadap pembelajaran IPA. Hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan siswa dalam menjawab soal yang diberikan oleh guru.
Selain dari data hasil observasi dan tes yang dilakukan, peneliti juga memperoleh data dari hasil wawancara langsung dengan guru dan siswa yang dilakukan untuk memperjelas permasalahan yang dihadapi guru dan siswa tersebut dalam pembelajaran sains. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh data bahwa: 1) guru beranggapan bahwa dengan menggunakan metode eksperimen, pendekatan proses dan kooperatif memerlukan banyak waktu, 2) guru dalam proses pembelajaran merasa kurang waktu memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau memberikan tanggapan terhadap materi yang diajarkan, 3) guru kurang mampu merancang dan menggunakan pendekatan yang sesuai yang dapat menarik minat siswa sehingga siswa merasa bosan dalam belajar sains. Sedangkan hasil wawancara langsung kepada siswa kelas V yang menyatakan bahwa pembelajaran sains kurang menarik sehingga mereka bosan dalam belajar sains yang tidak dilibatkan secara aktif. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya pemahaman siswa dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru. Jika masalah ini tidak dapat diatasi akan berdampak negatif bagi siswa khususnya pada peningkatan pemahaman siswa dan kemampuan kognitif siswa dan terlebih lagi akan berdampak buruk bagi kemajuan hasil belajar. Oleh karena itu, peneliti bersama guru melakukan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut melalui penelitian tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM).
Pendekatan sains teknologi masyarakat merupakan pendekatan pembelajaran yang pada dasarnya membahas penerapan sains dan teknologi dalam konteks kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu pendekatan sains teknologi masyarakat disebut sebagai pendekatan terpadu antara sains dan isu-isu teknologi yang ada dalam masyarakat. Dengan pendekatan ini siswa dikondisikan diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi sederhana atau solusi pemikiran untuk mengatur dampak negatif yang mungkin timbul akibat munculnya produk teknologi. Dengan demikian guru sains dapat menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat untuk menanamkan pemahaman konsep dan pengembangannya untuk kemaslahatan masyarakat.
Hal ini sejalan dengan pendapat Myers (Asyari 2006: 34) yang menyatakan bahwa ”pendekatan STM efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep dalam diri siswa dan dalam penerapannya di lapangan diharapkan dapat menunjukan kemampuan menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari”.
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM memungkinkan anak dapat menghubungkan hal-hal yang telah di pahami dengan fenomena-fenomena yang ada di lingkungannya sehingga dapat menguatkan pemahaman terhadap suatu permasalahan atau memperoleh pemahaman yang baru yang berkaitan dengan kehidupan keseharian siswa tersebut. Sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang fenomena atau objek yang diamati.
Hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 240 yang diperoleh dari guru menunjukkan berada di bawah standar kelulusan minimal (KKM), dimana skor total yang dicapai kelas adalah 136 dengan tingkat nilai rata-rata kelas hanya 5.4. Dengan demikian, diperlukan upaya tindak lanjut meningkatkan hasil belajar siswa tersebut. Jika dipersentasekan, maka hasil belajar siswa pra siklus yang memperoleh nilai terbanyak adalah nilai 5, yaitu sebesar 52%, dan nilai 6 sebesar 40%, sedangkan nilai 4 adalah 4%.
Oleh karena itu, berdasarkan temuan masalah di atas, peneliti tertarik untuk mencoba melakukan tidakan perbaikan dalam pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat untuk Meningkatkan Hasil IPA Murid kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur”.
Dengan menggunakan pendekatan sains teknologi guru diharapkan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep sehingga hasil belajar akan lebih baik terhadap pembelajaran.
B. Rumusan Masalah dan Rencana Pemecahannya
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana cara meningkatkan hasil belajar IPA murid kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur dengan menggunakan pendekatan sains teknologi?
2. Apakah dengan pendekatan sains teknologi masyarakat dapat meningkatkan hasil belajar murid kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui pendekatan sains teknologi masyarakat meningkatkan hasil belajar murid kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur.
2. Mendeskripsikan cara meningkatkan hasil belajar murid kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur dengan pendekatan sains tekologi masyarakat.


D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Melalui hasil penelitian ini, diharapkan guru SD dan calon guru memiliki pengetahuan tentang teori pendekatan STM yang merupakan salah satu bentuk inovasi pembelajaran di SD.
b. Hasil penelitian ini diharapkan guru SD dan calon guru memiliki teori pembelajaran yang dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar IPA di SD.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan guru SD mendapat pengalaman secara langsung menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran IPA.
b. Hasil penelitian ini diharapkan calon guru mendapat pengalaman nyata dan dapat menerapkan pendekatan STM jika menjadi guru

















BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Pustaka

1. Pendekatan STM
Pendekatan STM merupakan pendekatan pembelajaran yang pada dasarnya membahas penerapan sains dalam konteks kehidupan manusia sehari hari. Oleh karena itu, pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) disebut sebagai pendekatan terpadu antara sains dan isue teknologi yang ada di masyarakat. Dengan pendekatan ini siswa dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip-prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi sederhana atau solusi pemikiran untuk mengatur dampak negatif yang mungkin timbul akibat munculnya produk teknologi.
9

Seperti yang kita ketahui bahwa hakikat sains adalah sebagai produk dan proses, maka dalam pembelajarannya diharapkan tidak hanya menyampaikan pengetahuan berupa fakta, konsep atau prinsip saja melainkan juga tentang proses bagaimana produk sains ditemukan. Disamping itu, dilihat dari salah satu fungsi mata pelajaran sains adalah mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan/keterkaitan yang sangat mempengaruhi STM dan masyarakat maka dalam pembelajarannya dibutuhkan wahana yang dapat memfasilitasi tumbuhnya kesadaran tersebut. Untuk itu dalam pembelajaran sains perlu dikaitkan dengan teknologi karena pada dasarnya antara sains dan teknologi memiliki hubungan timbal balik artinya pengembangan sains akan menghasilkan pengetahuan dasar yang dibutuhkan untuk pengembangan teknologi sementara pengembangan teknologi dapat menghasilkan cara atau sarana bagaimana memecahkan masalah sains yang ada.
Di Indonesia gagasan penerapan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) sebetulnya sudah dimunculkan dalam garis-garis besar program pengajaran materi sains kurikulum 1994 namun praktek di lapangan masih jarang bahkan bisa dikatakan belum diterapkan. Penerapan pendekatan STM pada umumnya masih terbatas pada uji coba/penelitian-penelitian. Disinyalir salah satu kendala yang menyebabkan adalah belum dipahami dengan baik bagaimana operasionalisasi pendekatan sains teknologi masyarakat bagi sebagian besar guru sains.
Pentingnya untuk mengembangkan pembelajaran sains lewat STM tertuang kembali dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam kurikulum tersebut secara eksplisif ditegaskan bahwa Salingtemas (Sains Lingkungan Teknologi dan Masyarakat ) merupakan aspek yang harus dipelajari siswa dalam pembelajaran sains.
Secara konseptual pendekatan STM memiliki beberapa nilai tambah baik yang merupakan sasaran utama maupun yang berbentuk dampak pengiring. Menurut Hamid (2008: 4), nilai tambah yang merupakan sasaran utama antara lain adalah :
a. Melalui pendekatan STM membuat pengajaran sains lebih bermakna karena langsung berkaitan dengan permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari dan membuka wawasan siswa tentang peranan sains dalam kehidupan nyata
b. STM dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk mengaplikasikan konsep, keterampilan proses, kreativitas dan sikap menghargai produk teknologi serta tanggung jawab atas masalah yang timbul di lingkungan
c. Pendekatan STM yang berorientasi pada “hand on activities” membuat siswa dapat menikmati kegiatan-kegiatan sains dengan perolehan pengetahuan yang tidak mudah terlupakan dengan demikian dapat juga digunakan untuk menarik minat siswa dalam pembelajaran sains
d. STM dapat memperluas wawasan siswa tentang keterkaitan sains dengan bidang studi lain. Hal ini dapat terwujud karena dalam memecahkan permasalahan alam di lingkungan, siswa tidak hanya mempelajari bidang sains saja melainkan perlu berbagai bidang studi yang lain misalnya IPS, matematika dan lain lain. Dengan demikian mereka akan menyadari perlunya pemahaman ilmu secara holistik/menyeluruh sehingga terhindar dari sikap skeptis atau pandangan yang sempit
e. Lewat pendekatan STM dapat pula dikembangkan pembelajaran terpadu atau ”integrated learning, across curiculum” atau lintas bidang studi. Hal ini sejalan dengan pendapat Yager dan Lutz (Asyari 2006: 64) mengatakan ”bahwa pendekatan STM dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas (total curiculum) atau pembelajaran secara menyeluruh”.
Adapun dampak pengiring dari penerapan STM adalah akibat dari beragamnya kegiatan yang dilakukan dan penggunaan dari berbagai macam cara penilaian pencapaian keberhasilan belajar siswa misalnnya adanya:
a. Kegiatan kerja kelompok dapat memupuk kebiasaan saling kerja sama antar siswa
b. Kegiatan diskusi dapat memacu siswa untuk berani mengungkapkan pendapat sekaligus dapat melatih keterampilan siswa untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Disamping itu dengan diskusi akan terbentuk sikap terbuka atau menghargai pendapat orang lain
c. Pencapaian suatu karya atau pengaplikasian suatu gagasan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa bahwa dirinya dapat berperan/bermanfaat bagi masyarakat maupun bagi perkembangan sains dan teknologi
d. Penggunaan cara evaluasi yang kontinyu dan beragam dapat mendorong siswa untuk serius atau perhatian dalam mengikuti pembelajaran karena penilaian tidak hanya menyangkut kemampuan kognitif saja melainkan juga partisipasi dan kreativitasnya juga. Disamping itu siswa akan merasa bahwa semua aktivitas/gagasan yang dilontarkan akan mendapat apresiasi sehingga tidak ada keterlibatan yang mubadzir.
Penerapan pendekatan STM yang dilakukan oleh Boujaoude (Hidayat 2006: 23) menunjukan bahwa :
Dengan pendekatan STM siswa merasa lebih memahami manfaat peranan sains dalam kehidupan sehingga membuat siswa semakin berkembang sikap positifnya terhadap sains. Disamping itu dengan STM siswa dapat menyadari bahwa teknologi memiliki dimensi yaitu di satu sisi dibutuhkan manusia dan disisi lain memiliki efek samping yang merugikan.





2. Karakteristik Pendekatan STM
Pendekatan STM merupakan inovasi pembelajaran sains yang berorientasi bahwa sains sebagai bidang ilmu tidak terpisahkan dari realitas kehidupan masyarakat sehari hari dan melibatkan siswa secara aktif dalam mempelajari konsep-konsep sains yang terkait. Oleh karena itu paradigma yang digunakan dalam pendekatan STM menurut Aikenhead (Asyari 2006: 62 ) adalah:
1) Pelajaran sains dipandang sebagai usaha manusia yang berkembang melalui aktivitas manusia dan akan mempengaruhi hidup manusia. 2) Memandang pendidikan sains dalam konteks yang lebih luas tidak hanya menyangkut konsep-konsep yang ditemukan oleh para ilmuwan saja tetapi juga menyangkut proses yang digunakan dalam menemukan konsep yang digunakan dalam menemukan konsep yang baru. 3) Setiap pokok bahasan dikaitkan dengan konteks sosial dan teknologi sehingga siswa diharapkan dapat melihat adanya integrasi antara alam semesta sebagai sains dengan lingkungan buatan manusia sebagai teknologi dan dunia sehari hari para siswa sebagai lingkungan sosial/masyarakat
Diagram tersebut di atas memberikan makna bahwa alam yang merupakan lingkungan dimana siswa berada yang merupakan sumber berbagai pengetahuan sains. Disamping itu untuk dalam melangsungkan kehidupannya manusia akan memanfaatkan/mendayagunakan alam. Untuk dapat memanfaatkan alam tersebut manusia perlu menciptakan teknologi. Teknologi diciptakan pada dasarnya untuk membantu/memudahkan manusia dalam pencapaian tujuan hidupnya. Teknologi dibangun dengan dasar atau menerapkan prinsip-prinsip sains, sehingga teknologi dapat dimaknai sebagai lingkungan buatan manusia. Agar kelangsungan hidup manusia dapat terjaga maka dalam menciptakan dan menggunakan teknologi tersebut maka dalam menciptakan dan menggunakan teknologi tersebut harus memperhatikan dampak atau pengaruhnya bagi masyarakat luas jangan sampai teknologi yang diciptakan malah menimbulkan dampak sosial yang pada akhirnya manusia sendiri yang rugi.
Pemaknaan seperti tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa penerapan pendekatan STM merupakan usaha untuk menjembatani atau memadukan antara sains dan ilmu pengtahuan sosial. Oleh karena itu pendekatan STM dapat digunakan untuk membangun kesadaran siswa bahwa antara sains dengan pengetahuan sosial memiliki peranan yang sama dalam kehidupan bermasyarakat.
Titik tolak seperti tersebut maka untuk pembelajaran sains lewat pendekatan STM harus berorientasi pada siswa (student centered) secara rinci Yager (Asyari, 2006: 67) merumuskan karakteristik pendekatan STM adalah:
1) Berawal dari identifikasi masalah-masalah lokal yang ada kaitannya
dengan sains dan teknologi oleh siswa ( dengan bimbingan guru)
2) Penggunaan sumber daya setempat baik sumber daya manusia maupun material
3) Keikutsertaan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari hari
4) Pengidentifikasian cara-cara yang memungkinkan sains dan teknologi untuk memecahkan masalah hari depan.
5) Dilaksanakan menurut strategi pembuatan keputusan. Setiap siswa harus menggunakan informasi sebagai bukti baik untuk membuat keputusan tentang kehidupan sehari hari maupun keputusan tentang masa depan masyarakat.
6) Belajar tidak hanya berlangsung dalam kelas atau sekolah tetapi juga diluar sekolah atau dilapangan nyata
7) Penekanan pada keterampilan proses yang dapat digunakan siswa dalam memecahkan masalah mereka sendiri
8) Membuka wawasan siswa tentang pentingnya kesadaran karir/profesi, terutama karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi
9) Adanya kesempatan bagi siswa untuk memperoleh pengalaman dalam berperan sebagai warga negara untuk mencoba memecahkan masalah yang telah mereka identifikasi
¬Dengan mencermati karakteristik program STM seperti tersebut di atas nampak bahwa program STM dimaksudkan untuk menyiapkan/menghasilkan warga negara yang mampu melaksanakan atau mengambil keputusan tentang masalah-masalah aktual. Disamping itu STM dapat juga digunakan sebagai sarana untuk pembentukan literasi/tidak buta tentang sains dan teknologi karena selain siswa memperoleh pengetahuan juga diharapkan dapat timbul kesadaran tentang pelestarian lingkungan dan dampak negatif teknologi serta tanggung jawab untuk mencari penyelesaiannya.
Mengingat karakteristik seperti tersebut di atas maka proses pembelajaran STM beserta penilaiannya difokuskan pada enam ranah/domain yaitu sebagai pusatnya adalah konsep sains dan proses sains sedangkan empat domain yang lain mencerminkan dunia nyata. Dua domain diantaranya merupakan aspek yang mehasil belajar siswa untuk memasuki dunia ilmuwan yaitu aspek kreativitas dan sikap. Dua domain yang lain merupakan penerapan dan hubungan antar domain, dalam hal ini meliputi teknologi yang merupakan hasil karya manusia.
Hubungan keenam domain tersebut oleh Yager (Asyari 2006: 65) digambarkan sebagai berikut:




Aplication
Creatifity
Consep
Proces
Attitude

Conection
Gambar 1. Domain yang perlu dievaluasi dalam pendekatan STM
Mengingat bervariasinya aspek yang perlu diukur keberhasilannya maka bentuk dan cara evaluasinya juga bervariasi. Seyogyanya evaluasi dilakukan secara berkelanjutan sehingga penggunaan portofolio atau data perkembangan pencapaian hasil setiap siswa sangat dianjurkan. Menurut Yager dan Tamir (Asyari 2006: 66) yang menyatakan bahwa” untuk ranah konsep pencapaian hasil belajarnya dapat digunakan tes tertulis. Bahkan untuk konsep-konsep sederhana dapat digunakan bentuk pilihan ganda”.
Oleh karena sains meliputi juga aspek proses maka untuk mengetahui pencapaian kemampuannya harus dilakukan dengan mengamati apa yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sebagai contoh untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengobservasi dapat dilakukan dengan melihat bagaimana siswa mengamati obyek dan bagaimana hasil/data yang diperolehnya sedangkan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengklasifikasi dapat dilakukan dengan melihat bagaimana siswa menyusun informasi yang digali atau data yang diperoleh menjadi suatu matriks yang mudah dipahami. Untuk ranah kretivitas dapat dievaluasi dari aspek: 1) Kelancaran: yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai ide secara cepat dalam dalam menyelesaikan masalah. 2) Keluwesan: kemampuan untuk menghasilkan berbagai ide dalam menyelesaikan masalah yang baru. 3) Keaslian: kemampuan untuk menghasilkan respon/jawaban yang unik atau lain daripada yang lain. 4) Elaborasi: kemampuan untuk menghasilkan banyak alternatif/kemungkinan untuk menerjemahkan ide kedalam tindakan, dan 5) Kepekaan: peka terhadap munculnya masalah atau situsi tertentu.
3. Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan STM
Pendekatan Sains Teknologi Masyrakat (STM) berorientasi pada peningkatan kemampuan berpikir siswa maka proses dalam memperoleh pengetahuan lebih diutamakan. Dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) siswa diharapkan dapat membangun atau mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Oleh karena itu Yager (Asyari 2006: 66) mengatakan bahwa ”Pendekatan STM sejalan dengan prinsip pembelajaran yang konstruktivistik”.
Secara operasional “National Science Teachers Association” menyusun langkah pembelajaran sains dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) , dalam tahap-tahap, yaitu: a) tahap invitasi, b) tahap eksplorasi, c) tahap solusi, dan tahap aplikasi. Lebih jelas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap invitasi: Pada tahap ini dapat dipilih salah satu dari alternatif, guru mengemukakan masalah aktual yang sedang berkembang di masyarakat sekitar yang dapat diamati/dipahami oleh peserta didik serta dapat merangsang siswa untuk bisa ikut mengatasinya.
b. Tahap eksplorasi: Pada tahap ini siswa melalui aksi dan reaksinya sendiri berusaha memahami/mempelajari situasi baru atau yang merupakan masalah baginya. Dapat ditempuh dengan cara membaca buku, majalah, koran mendengarkan berita di radio, melihat TV, diskusi dengan sesama teman atau wawancara dengan masyarakat maupun melalui observasi langsung di lapangan.
c. Tahap solusi: Pada tahap ini berdasarkan hasil eksplorasinya siswa menganalisis terjadinya fenomena dan mendiskusikan bagaimana cara pemecahan masalahnya. Dengan kata lain siswa mengenal dan membangun konsep baru yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Untuk memantapkan konsep yang diperoleh siswa tersebut guru perlu memberikan umpan balik/peneguhan.
d. Tahap aplikasi: Pada tahap ini siswa mendapat kesempatan untuk menggunakan konsep yang telah diperoleh. Dalam hal ini siswa mengadakan aksi nyata dala mengatasi masalah lingkungan yang dimunculkan pada tahap invitasi.
Pembelajaran STM diawali dari adanya masalah nyata yang muncul di masyarakat. Untuk memahami dan memecahkan permasalahan tersebut perlu pengkajian suatu teknologi. Dalam hal ini teknologi dapat meliputi domain teknik atau cara dan domain produk atau yantg berbentuk sarana/barang. Teknologi yang dimaksud pada dasarnya merupakan pengembangan atau penerapan konsep dan keterampilan proses sains yang semata mata ditujukan untuk merespon kebutuhan hidup manusia atau mencari solusi untuk mengatasi masalah sosial. untuk melakukan semua kegiatan di atas, guru bertindak sebagai fasilitator. tugas /peranan utama guru adalah menciptakan ekologi belajar yang dapat membuat pembelajaran berpusat pada siswa. Kondisi tersebut dapat ditempuh dengan cara :
1) Mendorong dan menghargai inisiatif, otoritas dan kepemimpinan siswa.
2) Memperbolehkan siswa memilih sendiri materi yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan /ketertarikannya.
3) Memacu siswa untuk berinteraksi baik dengan sesama siswa maupun dengan guru
4) Mendorong siswa untuk merefleksikan pengalamannya
5) Meminta siswa untuk merumuskan konsep konsep yang mereka peroleh sebelum guru memberikan klarifikasi atau peneguhan tentang konsep tersebut.
Efektivitas atau keberhasilan penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat tergantung beberapa faktor. Yager (Asyari 2006: 69) mengidentifikasi hal-hal yang perlu dipenuhi guru untuk dapat menerapkan pendekatan STM dengan baik antara lain:
a) Dapat menciptakan iklim atau lingkungan belajar dengan menggunakan sarana pembelajaran yang mendukung, b) memiliki harapan yang tinggi terhadap dirinya sendiri maupun siswanya, artinya guru mengharapkan pada siswanya dapat terjadi perubahan baik pengetahuannya, sikap maupun prilakunya. Pada dirinya sendiri berharap bahwa dengan STM ia akan banyak melakukan sesuatu, lebih melibatkan diri dan mencari terus pemecahan suatu masalahnya disekitarnya, c) menekankan pada “science literacy” atau “melek sains” dan penerapan pengetahuan sehingga dalam pembelajaran sains tidak hanya untuk memahami istilah atau keterampilan saja melainkan menuntut siswa untuk dapat menerapkan istilah tesebut atau mengklarifikasi penggunaannya dalam konsep yang lebih luas, dan d) memiliki keluwesan dalam pengaturan jadwal, penggunaan waktu dan pengoperasionalan kurikulum. Dalam pendekatan STM memungkinkan munculnya ide siswa yang baru dan beragam sehingga perlu diapresiasi agar kreatifitas siswa dapat berkembang.

4. Hasil Belajar Sains SD
Proses belajar mengajar di kelas mempunyai tujuan yang bersifat transaksional, artinya diketahui secara jelas dan operasional oleh guru dan siswa. Tujuan tercapai jika siswa memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan di dalam proses belajar mengajar tersebut. Oleh sebab itu, hasil belajar harus dirumuskan dan dinilai. Jadi hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai murid dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Caroll (Sabri, 2007: 25) berpendapat bahwa hasil belajar murid dipengaruhi oleh lima faktor, yakni: (1) bakat belajar; (2) waktu yang tersedia untuk belajar; (3) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran; (4) kualitas pengajaran; dan (5) kemampuan individu. Sejalan dengan itu, William (Hamalik: 2001) menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan.
Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Hasil belajar sains tentu saja harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan sains yang telah dicantumkan dalam garis-garis besar program pengajaran sains di sekolah dengan tidak melupakan hakikat sains itu sendiri. Oleh sebab itu, tujuan menggambarkan hasil belajar yang harus dimiliki murid dan cara murid memperoleh hasil belajar tersebut.
Hasil belajar sains dikelompokkan berdasarkan hakikat sains itu sendiri yaitu sebagai produk dan proses. Menurut Hungeford (Bundu, 2004: 36) menyatakan bahwa sains terbagi atas 2 bagian: (1) the investigation (proses) seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, dan menyimpulkan; (2) the knowledge (produk) seperti fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori sains.
Sejalan dengan hal di atas, Sumaji (Bundu, 2004: 30) memandang hasil belajar dari dua aspek yakni aspek kognitif dan nonkognitif. Aspek kognitif adalah ahl-hal yang berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan intelektual lainnya, sedangkan aspek nonkognitif erat kaitannya dengan sikap, emosi (afektif), serta keterampilan fisik atau kerja otot (psikomotor).
Di negara yang dianggap maju, tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar juga bertumpu pada hakikat sains tersebut. British Columbia, Canada, (Bundu, 2004: 23) misalnya, menekankan dalam kurikulum bahwa pembelajaran sains di sekolah dasar harus: (1) menumbuhkan sikap ilmiah yang sesuai (encourage appropriate scientific attitude); (2) mengembangkan kemampuan menggunakan keterampilan proses sains (develop the ability to use the processes and skills of science); (3) mengenalkan pengetahuan ilmiah (introduce the scientific knowledge); dan (4) mengembangkan cara berpikir kritis, rasional, dan kreatif (promote critical, rational, and creative thinking). Dapat dikatakan bahwa hasil belajar sains SD/MI hendaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Penguasaan produk ilmiah atau produk sains yang mengacu pada seberapa besar murid mengalami perubahan dalam pengetahuan dan pemahamannya tentang sains baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, maupun teori. Aspek produk sains dalam pembelajaran di sekolah dikembangkan dalam pokok-pokok bahasan yang menjadi target program pembelajaran yang harus dikuasai. Aspek produk seperti fakta, konsep, prinsip, hukum, maupun teori sering disajikan dalam bentuk pengetahuan yang sudah jadi.
2) Penguasaan konsep ilmiah atau proses sains mengacu pada sejauh mana murid mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuwan yang terdiri atas keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terintegrasi. Untuk tingkat pendidikan dasar di SD/MI maka penguasaan proses sains difokuskan pada keterampilan proses sains dasar (basic science processes skills) yang meliputi keterampilan mengamati (observasi), menggolongkan (klasifikasi), menghitung (kuantifikasi), meramalkan (prediksi), menyimpulkan (inferensi) dan mengkomunikasikan (komunikasi).
3) Penguasaan sikap ilmiah atau sikap sains merujuk pada sejauh mana murid mengalami perubahan dalam sikap dan sistim nilai dalam proses keilmuan. Sikap ilmiah yang sangat penting dimiliki pada semua tingkatan pendidikan.
4) Sains adalah hasrat ingin tahu, menghargai kenyataan (fakta dan data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi kritis dan hati–hati, tekun, ulet, tabah, kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, sensitif terhadap lingkungan sekitar, bekerjasama dengan orang lain. Gage (Bundu: 2004) menyarankan ada empat sikap yang perlu dikembangkan yakni sikap ingin tahu (curiocity), penemuan (inventiveness), berpikir kritis (critical thinking), dan teguh pendirian (persistence). Keempat sikap ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena saling melengkapi.
5. Penerapan Pendekatan STM dalam Pembelajaran IPA
Pendekatan sains teknologi masyarakat merupakan pendekatan pembelajaran yang pada dasarnya membahas penerapan sains dan teknologi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam pendekatan ini siswa dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip-prinsip sains untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau solusi untuk mengatur dampak negatif yang akan muncul akibat munculnya produk teknologi. Dengan demikian guru sains menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat untuk menanamkan pemahaman konsep dan pengembangannya untuk kemaslahatan masyarakat terutama dalam pembelajaran IPA.
Hal ini sejalan dengan pendapat Myers (Asyari 2006: 79) yang mengatakan bahwa”Pendekatan STM efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep dalam diri siswa dan penerapannya di lapangan diharapkan dapat menunjukan kemampuan menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari”.
Dalam pembelajaran ini, guru menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat untuk menanamkan pemahaman konsep pada siswa agar pembelajaran lebih bermakna dan siswa tidak merasa bosan dan menyenangi pelajaran tersebut. Dimana siswa dapat menghubungkan hal-hal yang telah dipahami dengan fenomena-fenomena yang ada di lingkungannya sehingga siswa dapat membangun struktur kognitifnya dalam pembelajaran tersebut.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Bruner (Samatowa 2006:23) yang mengatakan bahwa”Perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaksi”. Dan Hudoyo (Samatowa 2006: 25 ) menyatakan bahwa
Untuk mempelajari materi sains yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar sains tersebut. Apalagi diajarkan dengan cara yang tepat seperti diajarkan dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat.

Pendekatan STM ini memberikan pengetahuan kepada siswa bagaimana mengatasi masalah atau isue-isue sosial yang ada di sekitarnya seperti pencemaran, bencana alam, kekeringan dan lain-lain. Dalam pembelajarannya ini, guru dalam pembelajarannya, guru mengemukakan masalah actual yang sering terjadi dalam kehidupan sehari hari. Kemudian mengungkap pemahaman awal siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Setelah itu guru menyuruh siswa mendiskusikan yang berkaitan dengan pemahaman yang dimilikinya dan menggunakan konsep yang telah mereka peroleh serta merancang tehnik pemecahan masalah yang dikaji. Dan melakukan aksi nyata dalam mengatasi masalah yang dimunculkan.
B. Kerangka Pikir

Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Dalam proses pembelajaran komponen utamanya adalah guru dan siswa. Agar proses pembelajaran berhasil, guru harus dapat membimbing siswa, sehingga dapat mengembangkan pengetahuannya. Untuk mencapai keberhasilan tersebut guru harus memahami sepenuhnya materi yang diajarkan. Namun pada kenyataannya siswa cenderung enggan untuk belajar jika materi tidak dapat dipahami, sehingga konsep-konsep baru akan sulit dipahami apabila konsep-konsep yang relevan belum dimiliki oleh siswa.
Pada pembelajaran IPA khususnya khususnya materi benda dan sifat-sifatnya, siswa masih mengalami kesulitan dalam mengenal sifat-sifat benda, sehingga hasil belajarnya pun tidak maksimal. Padahal benda dan sifat-sifatnya pada siswa kelas V SD merupakan konsep dasar yang harus dipahami oleh siswa agar dalam menerima konsep-konsep yang baru pada kelas yang lebih tinggi nantinya tidak mengalami kesulitan. Oleh sebab itu pada kesempatan ini peneliti menekankan pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM) untuk membantu mengungkap dan menjelaskan materi benda dan sifat-sifatnya, sehingga diharapkan siswa akan memahami sifat-sifat benda dengan baik dan dapat lebih berkembang.
Kerangka pikir pendekatan sains teknologi masyarakat dalam meningkatkan pemahaman siswa di kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

























Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir yang dikemukakan sebelumnya maka hipotesis tidakan adalah ”Jika pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) diterapkan ke pembelajaran, maka hasil belajar murid mata pelajaran IPA di kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur dapat ditingkatkan.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kemmis dan Taggart yang menyatakan bahwa Proses penelitian dalam tindakan merupakan sebuah siklus atau proses daur ulang yang terdiri dari empat aspek fundamental. Diawali dari aspek mengembangkan perencanaan kemudian melakukan tindakan sesuai dengan rencana, observasi/pengamatan terhadap tindakan, dan diakhiri dengan melakukan refleksi. Kegiatan penelitian ditempuh dalam suatu tahapan sehingga pemahaman siswa tercapai dengan baik.
B. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur sebagai mitra kerja dengan jumlah siswa 25 orang yang terdiri atas 11 orang putra dan 14 orang putri. Pelaksanaan penelitian direncanakan pada semester genap tahun pelajaran 2009 selama 3 bulan.

Memilih siswa kelas V SD sebagai responden dengan alasan: 1) tingkat perkembangan kognitif antara 10 dan 11 tahun, dimana mereka sudah dapat berpikir kritis dan logis. 2) adanya variasi siswa dilihat dari status sosial,pendidikan dan pekerjaan orang tua. 3) adanya masalah yang dialami siswa kelas V dalam belajar IPA 4) di sekolah tersebut belum pernah dilakukan penelitian yang menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM).
C. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian
1. Fokus penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur. Untuk mencapai peningkatan hasil belajar siswa tersebut, proses pembelajaran dilaksanakan guru dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM).
2. Deskripsi fokus penelitian
a. Hasil belajar adalah nilai yang diperoleh atau dicapai murid setelah mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan standar nilai yang tetapkan guru.
b. Sains teknologi masyarakat (STM) adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajaran IPA siswa kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur, sebagai salah upaya yang ditempuh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
D. Prosedur Penelitian¬
Prosedur pelaksanaan penelitian diawali dengan kegiatan observasi yang dilaksanakan pada 26 November 2009 bertujuan untuk mengamati, mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan yang timbul atau ditemui dalam proses belajar mengajar mata pelajaran IPA murid kelas V SDN 240 Podomoro.
Selanjutnya, prosedur pelaksanaan penelitian mengikuti prinsip dasar yang berlaku dalam penelitian tindakan. Proses penelitian tindakan adalah proses siklus yang dimulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi (perenungan, pemikiran, dan evaluasi). Sesuai dengan prinsip umum penelitian tindakan setiap tahapan dan siklus selakukan dilakukan secara partisipasitoris dan kolaboratif antara peneliti dengan guru dalam sistem sekolah (Kemmis dalam Mustakim, 2008:33).
Sedangkan alur penelitian tindakan menurut Kemmis (dalam Aqib, 2009:30) digambarkan sebagai berikut:








Gambar 3. Skema prosedur penelitian

Skema di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap perencanaan
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, maka peneliti dan guru membangun komunikasi dan berkolaborasi menyusun dan menetapkan rancangan pembelajaran dengan membuat perangkat dan media pembelajaran. Perangkat pembelajaran tersebut berupa:
a. Menyusun rancangan tindakan berupa model Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) meliputi: 1) tujuan pembelajaran, 2) kegiatan pembelajaran, 3) materi pembelajaran, dan 4) Evaluasi.
b. Menyusun indikator, dan kriteria pencapaian hasil belajar siswa.
c. Menyusun alat perekam data berupa: 1) pedoman observasi, yaitu: a) lembar observasi aktivitas mengajar guru; dan, b) aktivitas belajar murid.
2. Tahap pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan ini direncanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Siklus I
Siklus I adalah kegiatan penerapan pendekatan STM dalam proses pembelajaran IPA siswa kelas V SDN 240 Podomoro. Kegiatan pembelajaran siklus I secara garis besar diuraikan sebagai berikut:
1) Guru mempersiapkan murid untuk menerima materi pelajaran.
2) Guru melakukan review materi pelajaran sebelumnya dengan membuat keterkaitan materi yang akan diajarkan.
3) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran melalui pendekatan STM yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
4) Guru menjelaskan materi pelajaran melalui metode ceramah, dan tanya jawab sebagai umpan balik materi pelajaran kepada siswa.
5) Guru membemtuk kelompok diskusi siswa.
6) Guru memberikan tugas diskusi yang perlu dicarikan pemecahan masalahnya oleh kelopok diskusi siswa.
b. Siklus II
Pelaksanaan pembelajaran STM pada siklus II didasarkan pada langkah-langkah pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I sebagaimana telah diuraikan pada poin 2a di atas. Sehingga langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dalam siklus II ini tidak perlu disebutkan lagi.
3. Tahap observasi
Observasi ini dilakukan pada saat pembelajaran (tindakan) sedang dilaksanakan. Pada saat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) peneliti melakukan segenap pengamatan untuk menilai aktivitas guru dan siswa, sehingga dapat diketahui tingkat keterlaksanaannya sesuai dengan pedoman observasi yang telah disusun. Kegiatan observasi difokuskan pada:

a. Aktivitas mengajar guru, dan
b. Aktivitas belajar murid.
Untuk memperoleh kedua data tersebut digunakan lembar observasi dengan 10 aspek penilaian utama. (Lihat lampiran 2 dan 3, halaman ??).
4. Tahap refleksi
Pada setiap pelaksanaan tindakan, baik siklus I maupun II dilakukan refeksi untuk menganalisa, menjelaskan dan menarik kesimpulan atas temuan-temuan saat kegiatan pendekatan pembelajaran STM dilaksanakan oleh guru dan siswa. Hasil refleksi siklus I menjadi dasar untuk melaksanakan kegiatan siklus II apabila tujuan pembelajaran belum tercapai. Selain itu, hasil kegiatan dalam kegiatan refleksi digunakan untuk menyusun kesimpulan terhadap tindakan siklus I dan II jika keduanya dilaksanakan.
E. Data dan Sumber Data
1. Data
Data penelitian ini berupa hasil pekerjaan siswa terhadap soal yang diberikan yang meliputi: (1) tes awal sebelum tindakan, (2) hasil wawancara dengan subyek penelitian dan guru mata pelajaran sains, (3) hasil pengamatan selama pelajaran berlangsung, dan (4) hasil catatan lapangan tentang kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan tindakan.

3. Sumber Data
Data diperoleh dari dua sumber, yaitu data primer dan data sekunder. 1) Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil tes belajar siswa baik pada saat pre test maupun post test. 2) Data sekunder, sumber-sumber tertulis yang digunakan sebagai referensi dalam menyusun kerangka teori dan membahas kajian hasil pelaksanaan tindakan.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Dilaksanakan pada saat proses belajar mengajar berlangsung melalui pendekatan STM dengan menggunakan lembar observasi. Menurut Riyanto (2001:96) observasi adalah mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan yang khusus diadakan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka observasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah melakukan pengamatan terhadap segenap aktivitas mengajar guru dan belajar siswa melalui pendekatan STM.
Jenis data yang dikumpulkan dari observasi terdiri dari :
a. Data tentang kegiatan belajar siswa dalam proses pembelajaran melalui pendekatan STM.
Untuk memperoleh kedua data di atas digunakan instrumen observasi, yaitu :
a. Format observasi kegiatan belajar siswa (terlampir).
2. Tes hasil belajar
Tes hasil belajar dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang pemahaman siswa menyangkut materi pembelajaran. Tes dilakukan pada awal penelitian, pada akhir setiap siklus dan pada akhir semua siklus diberikan.
G. Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif, yaitu untuk memperoleh nilai frekuensi, rata-rata, dan persentase hasil belajar murid kelas III. Rumus yang digunakan sesuai dengan ketuntasan minimimal (KKM), sebagai berikut:
1. Nilai rata-rata
∑x
X =
n
Keterangan:
X = Rata-rata kelas
∑x = Jumlah seluruh skor
N = Banyaknya siswa
2. Ketuntasan klasikal

Nilai post test diperoleh setelah tindakan pembelajaran STM dilakukan. Ketuntasan belajar dihitung dengan rumus:
Jumlah siswa mendapat nilai >65 X 100%
Jumlah siswa yang mengikuti
Data hasil observasi keaktifan belajar siswa dianalisi dengan menggunakan analisis deskriptif sederhana dengan menghitung persentase peningkatan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Selanjutnya, indikator keberhasilan pembelajaran dianggap berhasil bila nilai yang dicapai siswa adalah 65.


















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi awal pembelajaran
a. Kegiatan pembelajaran pra siklus
Kegiatan awal penelitian adalah melakukan observasi terhadap proses pembelajaran IPA siswa kelas V SDN 240 Podomoro yang dalam hal ini bertindak sebagai subyek penelitian. Observasi pertama dilakukan pada pada jam pertama yaitu pukkul 07.00 – 08.30 Wita dengan pokok “sifat bahan dan kegunaannya”. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti mengamati, mencatat, mendokumentasikan berbagai temuan dan informasi yang didapat pada saat kegiatan pembelajaran pra siklus.
Observasi yang dilakukan pada pra siklus bertujuan untuk mengamati aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan guru mata pelajaran IPA sesuai dengan metode atau pendekatan pembelajaran yang sedang dilaksanakan guru. Sementara pembelajaran berlangsung, peneliti bertindak sebagai observer, mencatat semua bentuk aktivitas belajar siswa. Sedangkan di akhir pembelajaran, guru memberikan tes tertulis kepada siswa.
b. Analisis terhadap kegiatan awal pembelajaran
36

Berdasarkan hasil observasi di lapangan di kelas, didaptkan temuan-temuan sebagai berikut:
1) Pada awal pembelajaran pra siklus, guru memasuki ruangan kelas, kemudian mengabsen siswa.
2) Proses pembelajaran dilaksanakan tanpa mengadakan apersepsi sebagai media rangsang bagi siswa terhadap materi yang akan diberikan.
3) Kegiatan inti pembelajaran yaitu guru menjelaskan materi “sifat-sifat benda dan kegunaannya” kemudian menulis materi yang diajarkan di papan tulis.
4) Siswa diberikan rangkuman materi untuk dicatat pada buku tulis.
5) Siswa diberikan tes akhir berupa pertanyan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang dituliskan guru di papan tulis.
6) Kegiatan akhir guru memberikan tugas (pekerjaan rumah) pada siswa.
Dari hasil observasi di atas, selanjutnya siswa diberikan tes tertulis di akhir kegiatan pembelajaran, diketahui bahwa hasil belajar siswa kelas V SDN 240 Podomoro sangat rendah. Sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut:









Tabel 4.1
Distribusi nilai hasil belajar siswa Pra Siklus
NO NAMA SISWA
TES AWAL
1 Rs 6.00
2 Sy 5.00
3 Fr 6.00
4 Ak 5.00
5 Rf 4.00
6 Ar 6.00
7 Ft 5.00
8 Jr 7.00
9 Rh 6.00
10 As 5.00
11 Az 6.00
12 Ma 5.00
13 Mi 5.50
14 Nw 5.00
15 He 5.00
16 Aa 5.00
17 Aw 5.00
18 Mi 6.00
19 Fd 6.00
20 Ir 6.00
21 Sd 6.50
22 Rt 5.00
23 Rn 5.50
24 Ir 5.50
25 Sr 6.00
Jumlah
Nilai Rata-Rata 136
5.4
Sumber: Tes Siklus I, Januari 2010.
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa hasil belajar siswa pada saat dilakukan pre tes skor total yang dicapai kelas adalah 136 dengan tingkat nilai rata-rata kelas hanya 5.4. Dengan demikian, diperlukan upaya tindak lanjut meningkatkan hasil belajar siswa di atas. Jika dipersentasekan, maka hasil belajar siswa pra siklus yang memperoleh nilai terbanyak adalah nilai 5, yaitu sebesar 52%, dan nilai 6 sebesar 40%, sedangkan nilai 4 adalah 4%. Dapat ditunjukkan pada grafik berikut:





Gambar 4. Grafik capaian hasil belajar pra siklus
Berdasarkan hasil belajar yang yelah dicapai siswa tersebut sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.3 dan grafik di atas, maka berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran disepakati bahwa tindakan pembelajaran diharus dilanjutkan pada siklus II, sehingga hasil belajar siswa dapat dicapai lebih optimal.
2. Paparan data siklus I
a. Pertemuan I
1) Perencanaan tindakan
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 1September 2009. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru memulai dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran meliputi: 1) silabus, 2) RPP, 3) instrumen penilaian dan pengamatan observasi.
2) Pelaksanaan tindakan
Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, guru menunjuk ketua kelas untuk memimpin do’a bersama. Setelah hal tersebut sudah dilakukan, guru selanjutnya melaksanakan absensi kehadiran siswa, dan diketahui bahwa seluruh siswa hadir. Selanjutnya guru melakukan apersepsi, yaitu menjelaskan tujuan pembelajaran dengan melalui pendekatan sains teknologi masyarakat (STM), dan mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan materi pelajaran lainnya. Kemudian memberikan umpan balik kepada siswa terkait dengan materi yang diajarkan.
3) Observasi
Selama kegiatan proses pembelajaran berlangsung, peneliti selaku observer melakukan serangkaian pengamatan untuk merekam segenap aktivitas belajar siswa melalui lembar observasi yang telah disiapkan. Ada sepuluh aspek yang diamati oleh observer yaitu: 1) Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, 2) kerjasa sama, 3) motivasi, 4) keaktifan mengikuti proses pembelajaran, 5) keberanian mengemukakan pendapat, 6) minat belajar, 7) kepemimpinan, 8) penghargaan terhadap orang lain, 9) kemampuan menganalisis masalah, dan 10) inisiatif individu.
Data mengenai aktivitas belajar siswa sebagaimana dalam tabel 4.1 berikut:


Tabel 4.2
Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan I
No Aspek yang dinilai Hasil Pengamatan Keterangan
YA TIDAK
1

2
3
4

5

6
7
8
9

10 Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
Kerjasa sama
Motivasi
Keaktifan mengikuti proses pembelajaran
Keberanian mengemukakan pendapat
Minat belajar
Kepemimpinan
Penghargaan terhadap orang lain
Kemampuan menganalisis masalah
Inisiatif individu √



























Sumber: Observasi, Januari 2010.
Berdasarkan informasi tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa aktivitas belajar siswa seara umum masih kurang memuaskan. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan ketercapaian aktivitas belajar dimana hanya ada tiga aspek yang dipenuhi atau sering dilakukan siswa, yaitu: kesiapan untuk mengikuti pelajaran, kekatifan mengikuti pelajaran, dan minat belajar. Sedangkan tujuh aspek lainnya belum tercapai, baik dari aspe: kerja sama, motivasi, keberanian mengemukakan pendapat, kepemimpinan, penghargaan kepada orang lain, kemampuan menganalis masalah, maupun inisiatif individu.
Berdasarkan tabel di atas, maka ketercapaian aktivitas belajar siswa jika dipersentasekan sesuai dengan hasil pengamatan, pada kategori “Tidak” adalah sebesar 70%, sedangkan sisanya sejumlah 30% adalah kategori “Ya”. Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarikk adalah, bahwa aktivitas belajar siswa kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur masih rendah.
Berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran terhadap hasil penilaian aktivitas belajar siswa di atas, maka disepakati untuk melanjutkan tindakan pada pertemuan II untuk lebih meningkatkan lagi aktivitas belajar siswa di atas. Sehingga strategi pelaksanaan tindakan pertemuan II disusun dan dilaksanakan lebih baik.
4) Refleksi
Refleksi dilakukan untuk mencatat semua temuan baik kelebihan maupun kekurangan yang terdapat pada siklus I. Dari hasil pengamatan dan dengan melihat data yang diperoleh dari hasil pengamatan pada siklus I, peneliti mengambil kesimpulan bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran masih sangat kurang. Setelah peneliti amati hal ini disebabkan karena kurang adanya fariasi dalam mengajar, sehingga siswapun enggan untuk mengikuti pelajaran. Dari hasil analisis di atas dan data-data yang telah diperoleh akan peneliti gunakan untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.
b. Pertemuan II
1) Perencanaan tindakan
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 18 Desember 2009. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru memulai dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran meliputi: 1) silabus, 2) RPP, 3) instrumen penilaian dan pengamatan observasi.
2) Pelaksanaan tindakan
Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, guru menunjuk ketua kelas untuk memimpin do’a bersama. Setelah hal tersebut sudah dilakukan, guru selanjutnya melaksanakan absensi kehadiran siswa, dan diketahui bahwa seluruh siswa hadir. Selanjutnya guru melakukan apersepsi, yaitu menjelaskan tujuan pembelajaran dengan melalui pendekatan sains teknologi masyarakat (STM), dan mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan materi pelajaran lainnya. Kemudian memberikan umpan balik kepada siswa terkait dengan materi yang diajarkan.
3) Observasi
Selama kegiatan proses pembelajaran berlangsung, peneliti selaku observer melakukan serangkaian pengamatan untuk merekam segenap aktivitas belajar siswa melalui lembar observasi yang telah disiapkan. Ada sepuluh aspek yang diamati oleh observer yaitu: 1) Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, 2) kerjasa sama, 3) motivasi, 4) keaktifan mengikuti proses pembelajaran, 5) keberanian mengemukakan pendapat, 6) minat belajar, 7) kepemimpinan, 8) penghargaan terhadap orang lain, 9) kemampuan menganalisis masalah, dan 10) inisiatif individu. Data mengenai aktivitas belajar siswa sebagaimana dalam tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.3
Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan II
No Aspek yang dinilai Hasil Pengamatan Keterangan
YA TIDAK
1

2
3
4

5

6
7
8
9

10 Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
Kerjasa sama
Motivasi
Keaktifan mengikuti proses pembelajaran
Keberanian mengemukakan pendapat
Minat belajar
Kepemimpinan
Penghargaan terhadap orang lain
Kemampuan menganalisis masalah
Inisiatif individu √



























Sumber: Observasi, Januari 2010.
Berdasarkan informasi tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa aktivitas belajar siswa seara lebih baik dari aktivitas pembelajaran yang ditunjukkan pada pertemuan I. Aktivitas belajar siswa pada pertemuan II lebih baik karena proses pembelajaran dilakukan guru dengan perencanaan matang, yaitu dengan memberikan tugas-tugas diskusi kelompok belajar guna membangun komunikasi antar siswa dalam kelompok, dan untuk mendiskusikan konsep-konsep baru materi yang telah diajarkan. Dengan demikian, pemahaman konsep siswa dapat terbangun.
Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa dari sepuluh aspek yang diamati, hanya terdapat tiga aspek saja yang belum terpenuhhi atau sering dilakukan siswa, yaitu aspek kepemimpinan, kemampuan menganalisis masalah dan inisitif individu. Aspek kepemimpinan dan inisitaif individu masih rendah disebabkan karena hanya ketua-ketua kelompok saja yang yang memandu dan memimpin diskusi, sedangkan kemampuan menganalisis masalah belum cukup baik mengingat keterbatasan cara berpikir siswa, sehingga diperlukan bimbingan guru untuk memecahkan persoalan-persoalan yang sedang didiskusikan.
Ketercapaian aktivitas belajar siswa jika dipersentasekan sesuai dengan hasil pengamatan, pada kategori “Ya” adalah sebesar 70%, sedangkan sisanya sejumlah 30% adalah kategori “Tidak”. Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarikk adalah, bahwa aktivitas belajar siswa kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur lebih baik dan meningkat dibandingkan hasil yang dicapai pada pertemuan I.
Walaupun aktivitas belajar siswa pada pertemuan II lebih baik dibandingkan pertemuan I, berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran terhadap hasil penilaian aktivitas belajar siswa di atas, maka disepakati untuk melanjutkan tindakan pada siklus II, sehingga aktivitas belajar siswa lebih dapat ditingkatkan lagi. Pelaksanaan tindakan siklus II dilakukan deegan perencanaan matang, dan strategi pembelajaran yang lebih baik, yaitu dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.
4) Refleksi
Refleksi dilakukan untuk mencatat semua temuan baik kelebihan maupun kekurangan yang terdapat pada siklus I. Dari hasil pengamatan dan dengan melihat data yang diperoleh dari hasil pengamatan pada siklus I, peneliti mengambil kesimpulan bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran masih sangat kurang. Setelah peneliti amati hal ini disebabkan karena kurang adanya fariasi dalam mengajar, sehingga siswapun enggan untuk mengikuti pelajaran. Dari hasil analisis di atas dan data-data yang telah diperoleh akan peneliti gunakan untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.
c. Hasil belajar siklus I
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan, dalam hal ini hasil belajar yang dicapai siswa melalui pendekatan sains teknologi masyarakat yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Untuk mengetahui dan mengukur tingkat penguasaan dan hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran tersebut dapat dilakukan melalui serangkaian tes, baik lisan maupun tertulis. Hasil belajar siswa dapat dibeda-bedakan berdasarkan kriteria atau standar tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku di sekolah. Hasil belajar tersebut umumnya dapat dikategorikan sangat tinggi, tinggi, sedang,kurang, dan tidak baik setelah dilakukan perhitungan dengan cara-cara tertentu.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan kepada siswa melalui tes tertulis yang diberikan diakhir kegiatan pembelajaran siklus I, maka hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 4.4
Distribusi nilai hasil belajar siswa Siklus I
NO NAMA SISWA NILAI
PRA SIKLUS SIKLUS I
1 Rs 6.00 7.00
2 Sy 5.00 6.00
3 Fr 6.00 7.00
4 Ak 5.00 6.50
5 Rf 4.00 4.50
6 Ar 6.00 6.50
7 Ft 5.00 6.00
8 Jr 7.00 7.50
9 Rh 6.00 7.00
10 As 5.00 6.00
11 Az 6.00 6.50
12 Ma 5.00 6.00
13 Mi 5.50 6.00
14 Nw 5.00 6.00
15 He 5.00 6.50
16 Aa 5.00 6.00
17 Aw 5.00 6.00
18 Mi 6.00 7.00
19 Fd 6.00 6.50
20 Ir 6.00 7.00
21 Sd 6.50 7.00
22 Rt 5.00 6.00
23 Rn 5.50 6.00
24 Ir 5.50 6.50
25 Sr 6.00 6.50
Jumlah
Nilai Rata-Rata 136
5.4 155
6.2
Sumber: Tes Siklus I, Januari 2010.
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa hasil belajar siswa pada saat dilakukan pre tes sebelum siklus I dilaksanakan, skor total yang dicapai kelas adalah 136 dengan tingkat nilai rata-rata kelas hanya 5.4. nilai tersebut masih berada di bawah nilai ketuntasan minimal. Sedangkan saat siklus I telah dilaksanakan, diketahui bahwa skor total kelas meningkat menjadi 155, dan nilai-rata kelas yang dicapai adalah 6.2. nilai yang dicapai pada siklus I tersebut juga masih berada di bawah skor ketuntasan minimal. Jika dipersentasekan, maka hasil belajar siswa siklus I yang memperoleh nilai 7 hanya 24%, nilai 6 sejumlah 68%, dan nilai 4 adalah 4%. Dapat ditunjukkan pada grafik berikut:


Gambar 5. Grafik capaian hasil belajar siklus I
Berdasarkan hasil belajar yang yelah dicapai siswa tersebut sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.4 dan grafik di atas, maka berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran disepakati bahwa tindakan pembelajaran diharus dilanjutkan pada siklus II, sehingga hasil belajar siswa dapat dicapai lebh optimal.



3. Paparan data siklus II
a. Pertemuan I
1) Perencanaan tindakan
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 1September 2010. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru memulai dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran meliputi: 1) silabus, 2) RPP, 3) instrumen penilaian dan pengamatan observasi.
2) Pelaksanaan tindakan
Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, guru menunjuk ketua kelas untuk memimpin do’a bersama. Setelah hal tersebut sudah dilakukan, guru selanjutnya melaksanakan absensi kehadiran siswa, dan diketahui bahwa seluruh siswa hadir. Selanjutnya guru melakukan apersepsi, yaitu menjelaskan tujuan pembelajaran dengan melalui pendekatan sains teknologi masyarakat (STM), dan mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan materi pelajaran lainnya. Kemudian memberikan umpan balik kepada siswa terkait dengan materi yang diajarkan.
3) Observasi
Selama kegiatan proses pembelajaran berlangsung, peneliti selaku observer melakukan serangkaian pengamatan untuk merekam segenap aktivitas belajar siswa melalui lembar observasi yang telah disiapkan. Ada sepuluh aspek yang diamati oleh observer yaitu: 1) Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, 2) kerjasa sama, 3) motivasi, 4) keaktifan mengikuti proses pembelajaran, 5) keberanian mengemukakan pendapat, 6) minat belajar, 7) kepemimpinan, 8) penghargaan terhadap orang lain, 9) kemampuan menganalisis masalah, dan 10) inisiatif individu.
Data mengenai aktivitas belajar siswa sebagaimana dalam tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.5
Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa siklus II pertemuan I
No Aspek yang dinilai Hasil Pengamatan Keterangan
YA TIDAK
1

2
3
4

5

6
7
8
9

10 Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
Kerjasa sama
Motivasi
Keaktifan mengikuti proses pembelajaran
Keberanian mengemukakan pendapat
Minat belajar
Kepemimpinan
Penghargaan terhadap orang lain
Kemampuan menganalisis masalah
Inisiatif individu √


























Sumber: Observasi, Januari 2010.
Berdasarkan informasi tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa aktivitas belajar siswa seara umum jauh lebih baik jika dibandingkan dengan aktivitas belajar siklus I. Hasil observasi menunjukkan bahwa hanya satu aspek yang tidak terpenuhi, yaitu aspek kepemimpinan, sedangkan aspek-aspek lainnya sudah terpenuhi dengan baik.
Berdasarkan tabel di atas, maka ketercapaian aktivitas belajar siswa jika dipersentasekan sesuai dengan hasil pengamatan, pada kategori “Ya” mencapai 90%, dan kategori “Tidak” hanya sejumlah 10%.
Berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran terhadap hasil penilaian aktivitas belajar siswa di atas, maka disepakati untuk melanjutkan tindakan pada pertemuan II, sehingga aspek-aspek yang diamati terhadap aktivitas belajar siswa dapat terpenuhi dengan baik.
4) Refleksi
Refleksi dilakukan untuk mencatat semua temuan baik kelebihan maupun kekurangan yang terdapat pada siklus I. Dari hasil pengamatan dan dengan melihat data yang diperoleh dari hasil pengamatan pada pertemuan I, peneliti mengambil kesimpulan bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran sudah baik, walaupun masih teradapat satu aspek pengamatan yang tidak terplenuhi. Setelah peneliti amati, hal tersebut disebabkan karena pembelajaran dilakukan dalam bentuk kelompok diskusi, sehingga secara otomatis hanya ketua-ketua kelompok saja yang menjadi pemimpin dalam belajar.
Pertemuan II
1) Perencanaan tindakan
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 25 November 2009. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru memulai dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran meliputi: 1) silabus, 2) RPP, 3) instrumen penilaian dan pengamatan observasi.
2) Pelaksanaan tindakan
Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, guru menunjuk ketua kelas untuk memimpin do’a bersama. Setelah hal tersebut sudah dilakukan, guru selanjutnya melaksanakan absensi kehadiran siswa, dan diketahui bahwa seluruh siswa hadir. Selanjutnya guru melakukan apersepsi, yaitu menjelaskan tujuan pembelajaran dengan melalui pendekatan sains teknologi masyarakat (STM), dan mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan materi pelajaran lainnya. Kemudian memberikan umpan balik kepada siswa terkait dengan materi yang diajarkan.
3) Observasi
Selama kegiatan proses pembelajaran berlangsung, peneliti selaku observer melakukan serangkaian pengamatan untuk merekam segenap aktivitas belajar siswa melalui lembar observasi yang telah disiapkan. Ada sepuluh aspek yang diamati oleh observer yaitu: 1) Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, 2) kerjasa sama, 3) motivasi, 4) keaktifan mengikuti proses pembelajaran, 5) keberanian mengemukakan pendapat, 6) minat belajar, 7) kepemimpinan, 8) penghargaan terhadap orang lain, 9) kemampuan menganalisis masalah, dan 10) inisiatif individu. Data mengenai aktivitas belajar siswa sebagaimana dalam tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.6
Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa siklus II pertemuan II
No Aspek yang dinilai Hasil Pengamatan Keterangan
YA TIDAK
1

2
3
4

5

6
7
8
9

10 Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
Kerjasa sama
Motivasi
Keaktifan mengikuti proses pembelajaran
Keberanian mengemukakan pendapat
Minat belajar
Kepemimpinan
Penghargaan terhadap orang lain
Kemampuan menganalisis masalah
Inisiatif individu √
























Sumber: Observasi, Januari 2010.
Berdasarkan informasi tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa aktivitas belajar siswa secara umum sama dengan apa yang diperoleh dari pembelajaran pertemuan I, yaitu hanya terdapat satu aspek yang tidak terpenuhi, yaitu aspek kepemimpinan, sedangkan aspek-aspek lainnya sudah terpenuhi dengan baik. Berdasarkan tabel tersebut, maka ketercapaian aktivitas belajar siswa jika dipersentasekan sesuai dengan hasil pengamatan, pada kategori “Ya” mencapai 90%, dan kategori “Tidak” hanya sejumlah 10%.
Berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran terhadap hasil penilaian aktivitas belajar siswa di atas, maka disepakati untuk tidak melanjutkan tindakan, dengan pertimbangan bahwa apa yang sudah dicapai telah memenuhi tujuan pembelajaran yang dilaksanakan.
4) Refleksi
Berdasarkan hasil temuan penelitian diketahui bahwa tidak terdapat hal-hal yang dianggap sebagai hambatan selama kegiatan pembelajaran dilaksanakan guru dan siswa di kelas. Pendekatan pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM) dapat dilaksanakan guru dengan baik, dan hasil yang diperoleh adalah meningkatnya hasil belajar siswa kelas V SDN 204 Podomoro Kabupaten Luwu Selatan.
b. Hasil belajar siklus II
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan, dalam hal ini hasil belajar yang dicapai siswa melalui pendekatan sains teknologi masyarakat yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Untuk mengetahui dan mengukur tingkat penguasaan dan hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran tersebut dapat dilakukan melalui serangkaian tes, baik lisan maupun tertulis. Hasil belajar siswa dapat dibeda-bedakan berdasarkan kriteria atau standar tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku di sekolah. Hasil belajar tersebut umumnya dapat dikategorikan sangat tinggi, tinggi, sedang,kurang, dan tidak baik setelah dilakukan perhitungan dengan cara-cara tertentu.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan kepada siswa melalui tes tertulis yang diberikan diakhir kegiatan pembelajaran siklus I, maka hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Distribusi nilai hasil belajar siswa Siklus II
NO NAMA SISWA NILAI
SIKLUS I SIKLUS II
1 Rs 7.00 9.00
2 Sy 6.00 7.50
3 Fr 7.00 8.00
4 Ak 6.50 7.50
5 Rf 4.50 5.50
6 Ar 6.50 7.00
7 Ft 6.00 7.00
8 Jr 7.50 8.00
9 Rh 7.00 7.50
10 As 6.00 6.50
11 Az 6.50 7.00
12 Ma 6.00 7.00
13 Mi 6.00 7.00
14 Nw 6.00 7.00
15 He 6.50 7.00
16 Aa 6.00 7.00
17 Aw 6.00 7.00
18 Mi 7.00 7.50
19 Fd 6.50 7.00
20 Ir 7.00 8.00
21 Sd 7.00 7.50
22 Rt 6.00 6.50
23 Rn 6.00 7.00
24 Ir 6.50 8.00
25 Sr 6.50 7.50
Jumlah
Nilai Rata-Rata 155
6.2 177
7.0
Sumber: Tes Siklus II, November 2009.
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diketahui bahwa hasil belajar siswa siklus II meningkat dibandingkan hasil tes siklus I. Jika siklus I hanya skor 155 dan nilai rata-rata kelas mencapai 6.2, maka pada siklus II skor total yang dicapai siswa meningkat menjadi 177 dengan nilai rata-rata kelas 7.0. hasil tersebut tentu saja dirasakan cukup memuaskan, mengingat nilai rata-rata 7.0 tersebut sudah melebihi dari nilai ketuntasan minimal sebagaimana telah dijelaskan bagian terdahulu dalam skripsi ini. Jika dipersentasekan, maka hasil belajar siswa siklus II, pada umumnya siswa mencapai nilai 7 sebesar 68%, nilai nilai 8 sejumlah 16%, nilai 6 adalah 8%, dan 1 orang lainnya atau nilai 9 adalah 4%. Dapat ditunjukkan pada grafik berikut:








Gambar 6. Grafik capaian hasil belajar siklus II
Berdasarkan hasil belajar yang yelah dicapai siswa tersebut sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.7 dan grafik di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar siswa mata pelajaran IPA siswa kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat, sebagaimana ditunjukkan dalam hasil penelitian ini. Dengan demikian, berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran bahwa kegiatan pembelajaran dianggap tidak perlu dilanjutkan lagi dalam siklus berikutnya.
B. Pembahasan
Dengan melihat tabel hasil penelitian di atas dan dari perolehan data hasil observasi dan hasil belajar siswa, serta hasil refleksi maka hasil penelitian terhadap pelaksanaan tindakan perlu dibahas sebagai berikut:
1. Siklus I
Uraian pembahasan pada siklus I yang diperoleh dari hasil pengamatan dan refleksi diperoleh kesimpulan bahwa ternyata masih banyak kendala yang ditemui, materi sifat benda dan kegunaannya agaknya masih dipandang sebagai materi yang membingungkan. Ini dapat dilihat dari ekspresi siswa yang agaknya kurang menyenangi materi sifat benda dan kegunaannya, sehingga banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru. Selain itu ada beberapa siswa yang mengulang dan menurut hasil pengamatan, siswa tersebut lamban dalam menangkap materi pelajaran yang diterangkan dan siswa tersebut merupakan biang kejelekan yang dapat mempengaruhi siswa lain menjadi malas dan enggan belajar.
Hasil observasi kegiatan pembelajaran menunjukkan bahwa dari sepuluh aspek penilaian hanya tiga aspek yang yang terpenuhi, yaitu aspek kepemimpinan, kemampuan menganalisis masalah dan inisitif individu. Aspek kepemimpinan dan inisitaif individu masih rendah disebabkan karena hanya ketua-ketua kelompok saja yang yang memandu dan memimpin diskusi, sedangkan kemampuan menganalisis masalah belum cukup baik mengingat keterbatasan cara berpikir siswa, sehingga diperlukan bimbingan guru untuk memecahkan persoalan-persoalan yang sedang didiskusikan.
Ketercapaian aktivitas belajar siswa jika dipersentasekan sesuai dengan hasil pengamatan, pada kategori “Ya” adalah sebesar 70%, sedangkan sisanya sejumlah 30% adalah kategori “Tidak”. Sedangkan hasil belajar siswa yang diperoleh melalui tes tertulis yaitu skor total kelas 155, denagn nilai rata-rata 6.2. Nilai siklus I tersebut masih berada di bawah nilai ketuntasan minimal (KKM), sehingga tindakan harus dilanjutkan pada siklus II.
2. Siklus II
Aktivitas belajar siswa seara umum jauh lebih baik jika dibandingkan dengan aktivitas belajar siklus I. Hasil observasi menunjukkan bahwa hanya satu aspek yang tidak terpenuhi, yaitu aspek kepemimpinan, sedangkan aspek-aspek lainnya sudah terpenuhi dengan baik. Berdasarkan tabel di atas, maka ketercapaian aktivitas belajar siswa jika dipersentasekan sesuai dengan hasil pengamatan, pada kategori “Ya” mencapai 90%, dan kategori “Tidak” hanya sejumlah 10%.
Berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran terhadap hasil penilaian aktivitas belajar siswa di atas, maka disepakati untuk melanjutkan tindakan pada pertemuan II, sehingga aspek-aspek yang diamati terhadap aktivitas belajar siswa dapat terpenuhi dengan baik. Sedangkan hasil belajar siswa siklus II meningkat dibandingkan siklus I. Skor total yang dicapai siswa meningkat menjadi 177 dengan nilai rata-rata kelas 7.0. Hasil tersebut tentu saja dirasakan cukup memuaskan, mengingat nilai rata-rata 7.0 tersebut sudah melebihi dari nilai ketuntasan minimal sebagaimana telah dijelaskan bagian terdahulu dalam skripsi ini. Jika dipersentasekan, maka hasil belajar siswa siklus II, pada umumnya siswa mencapai nilai 7 sebesar 68%, nilai nilai 8 sejumlah 16%, nilai 6 adalah 8%, dan 1 orang lainnya atau nilai 9 adalah 4%.
Peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 240 Podomoro baik pada siklus I maupun siklus II tidak terlepas dari pelaksanaan dan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru secara baik sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran STM yang menekankan pada aktivitas pembelajaran siswa. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan Samatowa (20066:37) yang mengungkapkan bahwa pendekatan STM memberikan pengetahuan kepada siswa bagaimana mengatasi masalah atau isue-isue sosial yang ada di sekitarnya seperti pencemaran, bencana alam, kekeringan dan lain-lain. Dalam pembelajarannya ini, guru dalam pembelajarannya, guru mengemukakan masalah actual yang sering terjadi dalam kehidupan sehari hari. Kemudian mengungkap pemahaman awal siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.
Dengan demikian, disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran STM mampu meningkatkan hasil belajar IPA siswa, khususnya pada siswa kelas V SDN 240 Podomoro Kabuplaten Luwu Timur.





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah:
1. Hasil belajar siswa kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu Timur dapat ditingkatkan melalui pendekatan sains teknologi masyarakat (STM), dimana skor yang dicapai siswa pada pra siklus berada pada kategori rendah, dan meningkat menjadi kategori baik pada pelaksanaan tindakan siklus II.
2. Hal-hal yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN 240 Podomoro Kabupaten Luwu antara lain dengan menjelaskan materi pelajaran secara keseluruhan untuk membangun konsep dan wawasan siswa, memberikan tugas-tugas diskusi untuk memecahkan masalah yang diberikan, dan dengan menerapkan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) dalam proses pembelajaran IPA.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, beberapa saran yang dapat diajukan penulis adalah:
1. Guru senantiasa melaksanakan refleksi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan sehingga mengetahui kelamahan dan kekurangan metode pembelajaran yang digunakan selama ini.
2. Guru harus mampu menggunakan metode pembelajaran yang tepat, karena dengan metode yang tepat aktivitas dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan, sebab pembelajaran terlaksana dengan baik dan menyenangkan bagi siswa.
3. Peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan dan menindaklanjuti hasil penelitian ini demi kemajuan pendidikan nasional, khususnya pada tingkat sekolah dasar.
















DAFTAR PUSTAKA

Asyari, 2006. Penerapan Pendekatan STM Dalam Pembelajaran Sains di SD. Depdiknas. Direktorat Dikti.

Arikunto, Suharsimi. 2006, Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Bumi Aksara.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama Widya.

Campbell, dkk ,1987 . Biologi Edisi Kelima- Jilid 1: Jakarta Erlangga.

Depdiknas, 1996. Pendidikan IPA . Jakarta: Dikti.

Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Sains. Jakarta. Depdiknas.

Hairida, 1996. Pengajaran Konsep Zat Aditif Dengan Menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat. Tesis tidak diterbitkan :IKIP Bandung.

Haryanto , 2004. Sains Kelas V SD . Jakarta: Erlangga.

Khaerudin dan Sujiono, 2005. Pembelajaran Sains Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi .Makassar: UNM.

Moleong. 1994. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurkancana, 1986. Evaluasi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.

Poedjiadi, 1993. Mewujudkan Literasi Sains Dan Teknologi Melalui Pendidikan: IKIP Bandung.

Purba dan Wartono, 1998. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Sains. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Putra Wina, 1993. Mewujudkan Literasi Sains Dan Teknologi Melalui Pendidikan: IKIP Bandung.

Manan Ratu 2002. Belajar dan pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press.

Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC.

Samatowa Usman, 2006. Bagaimana Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Direktorat Dikti dan Direktorat Ketenagaan.

Sudarsono. 1996. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas, Rencana Desain Dan Implementasinya. Yogiakarta: UP3SD.

Suparno, paul. dkk. 2001. Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Jogyakarta: Kanisius.

Sutawidjaja. dkk. 1991. Pembelajaran Matematika di SD, Jurnal Matematika, IPA dan Pengajarannya. Jakarta: PPTK Dirjen Dikti.

Wardani IGAK, 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar